Sabtu, 29 Desember 2012

BPK Diminta Usut Aliran Dana Pembangunan Hambalang

BPK Diminta Usut Aliran Dana Pembangunan Hambalang TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Panitia Kerja Hambalang Dewan Perwakilan Rakyat, Zulfadhli, meminta Badan Pemeriksa Keuangan tak hanya mengusut aliran dana uang muka perencanaan proyek pusat olahraga terpadu di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat. "Aliran dana sampai proyek dibangun juga harus diungkap," katanya saat dihubungi, Kamis, 20 Desember 2012. Menurut Zulfadli, dalam hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tahap pertama, sudah ada temuan adanya aliran dana yang diterima oleh orang yang tak berhak menerima pembayaran uang muka. Dugaan aliran janggal ini harus lebih diperjelas BPK pada audit investigatif tahap dua. Politikus Golkar ini yakin aliran dana tak wajar tidak hanya terjadi pada tahap perencanaan, tetapi juga pada tahap pembangunan proyek yang sudah menelan anggaran negara senilai Rp 675 miliar. "Supaya kami tahu berapa kerugian negara sebenarnya sehingga bisa bersikap dan memutuskan nasib proyek Hambalang di Komisi Olahraga," ujarnya. Hasil audit investigasi tahap kedua sangat ditunggu oleh Panitia Kerja Hambalang untuk menentukan kelanjutan proyek. Panja belum mencabut tanda bintang penganggaran proyek Hambalang senilai Rp 578,5 miliar pada APBN 2012. Anggaran ini tak bisa lagi dicairkan karena waktu pencairan sudah tutup. "Sekarang apakah pada 2013 anggaran ini tetap perlu dianggarkan atau tidak," tuturnya. Dalam kasus korupsi Hambalang ini, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, menyatakan ada dua tahap penganggaran yang diselidiki lembaganya. Selain tahap perencanaan, KPK juga mengusut proses dan anggaran pengadaan untuk proyek dengan total Rp 2,5 triliun ini. KPK pun telah menetapkan dua tersangka yaitu Pejabat Pembuat Komitmen proyek, Deddy Kusdinar dan Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng. Hari ini KPK mulai mengusut proses pengadaan dengan memeriksa Ketua Panitia Lelang proyek pembangunan Hambalang, Wisler Wanalu. Penyelesaian menurut saya adalah BPK harus memeriksa semua aliran dana orang-orang yang mempunyai jabatan penting kemenpora, setelah dilakukan pemeriksaan tentang aliran dana lalu BPK menyerahkan ke[ada KPK, lalu tugas KPK mencari apakah ada penyimpangan yang dilakukan menpora karena dana pembangunan membengkak menjadi 2,5T , KPK sebagai lembaga Negara yang bertugas membasmi korupsi biarkan bekerja dan para petinggi Negara tidak boleh ikut campur dalam tugas KPK, dan hasil awal yang diberikan sudah cukup baik menurut saya dengan menjadikan menpora tersangka tinggal tunggu saja hasil kerja KPK selanjutnya

Etika Bisnis Islami

Etika Bisnis Islami Etika memiliki dua pengertian: Pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan rasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan bisnis mengutip Straub, Alimin (2004: 56), sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari aman dan sebaginya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan janji yang harus ditepati. Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram (lihat. QS. 2:188, 4:29). Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah Istiqamah. Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukakn berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tablig, mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (berbagai sumber). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dalam konteks corporate social responsibility (CSR), para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut besikap tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong. Pelaku usaha/pihak perusahaan harus memiliki amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal, apalagi berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Dengan sifat amanah, pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-kewajibannya. Sifat tablig dapat disampaikan pelaku usaha dengan bijak (hikmah), sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang solid dan kuat. Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena keduanya merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha atau perusahaan yang ceroboh dan tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri. oleh Choir

Etika Bisnis dalam Islam

Islam memandang dunia ini bukan sebagai sesuatu yang hina dan harus dihindari. Tapi Islam mengajarkan agar bisa dimanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan akhirat (al dunya mazra’at al akhirah), Al Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber utama umat Islam banyak memberikan penjelasan tentang bagaimana sikap terbaik yang harus dilakukan dalam kehidupan di dunia ini. Selain memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melakukan usaha (bisnis), Islam juga memberikan beberapa prinsip dasar yang menjadi etika normatif yang harus ditaati ketika seorang muslim akan dan sedang menjalankan usaha. Beberapa prinsip di bawah ini sangat jelas membedakan antara prinsip ekonomi Islam dengan prinsip Kapitalisme dan Sosialisme. Pertama adalah proses mencari rezeki bagi seorang muslim merupakan suatu tugas wajib. Rasullulloh SAW bersabda, “Berusaha untuk mendapatkan penghasilan halal merupakan sebuah kewajiban, di samping tugas-tugas lain yang diwajibkan” (HR. Al-Baihaki). Juga dalam surat At-Taubah ayat 105, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan meliat pekerjaanmu”. Kedua adalah rezeki yang kita cari haruslah rizki yang halal. “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275). Nabi Muhammad SAW bersabda; “Daging yang tumbuh dari suatu yang haram tidak akan masuk surga, sedangkan neraka lebih sesuai bagi semua daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram” (HR. Jabir). Ketiga adalah bersikap jujur dalam menjalankan usaha. Abu Sa’ad meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya dakan dmasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur dan para syuhada” (HR. Tirmidzi) Keempat adalah semua proses yang dilakukan dalam rangka mencari rezeki haruslah dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga ridha Allah merupakan tujuan utama dari aktivitas bisnis kita. “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah : 10). Kelima adalah bisnis yang akan dan sedang dijalankan jangan sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Aspek kesinambungan dan keselarasan dengan alam menjadi suatu keharusan. Islam memberikan keistimewaan bagi manusia untuk menjadi khalifah di alam dunia ini, sehingga kita harus bisa mengatur kehidupan ini lebih berkeadilan, terhadap semua mahluk Allah seperti lingkungan hidup. Harus ada perubahan paradigma bahwa seluruh kekayaan alam ini bukan merupakan warisan dari nenek moyang, yang sekehendaknya dihabiskan dengan seenaknya. Harusnya berpikir untuk mengelolanya dengan lebih baik karena anak cucu kita meneruskan kehidupan di muka bumi ini. Keenam adalah persaingan dalam bisnis bukan menjadi persoalan yang tabu, tapi justu persaingan dijadikan sebagai sarana untuk bisa berprestasi secara fair dan sehat (fastabikul al-khayrat). Kalau Allah tidak menghendaki adanya persaingan, maka tentu Allah tidak akan menciptakan kita dalam beragam etnis dan budaya yang berbeda. Adanya persaingan justru harus bisa memacu umat Islam untuk menjadi umat yang terbaik (khairu ummat). Jadikanlah sebagai partner untuk memicu kita agar menjadi manusia-manusia yang kreatif dan terus berinovasi untuk menghasilkan prosuk-prosuk baru. Ketujuh adalah dalam menjalankan bisnis tidak boleh berpuas diri dengan apa yang sudah didapatkan. Islam mendorong pemeluknya untuk menjadi manusia-menusia yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dicapai dan selalu haus akan adanya penemuan-penemuan baru. Allah SWT berfirman, “Apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (QS. Al-Insyirah: 7) Kedelapan adalah menyerahkan setiap amanah kepada ahlinya, bukan kepada sembarang orang, sekalipun keluarga sendiri. Rasullulloh SAW bersabda, “Jika suatu urusan diserahkan kepasa (orang) yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya”. Dari hadits ini menunjukkan harus adanya prinsip profesionalisme kerja. Dalam surat An-Nisa ayat 58, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu untuk menyerahkan amanat kepada ahlinya dan jika kamu memutuskan suatu perkara di antara menusia, hendaknya kamu putuskan dengan adil.”